PENJARA juga indah. Banyak karya besar dan monumental, lahir dari rahimnya. Karena hakikat penjara, bukan soal tempat. Penjara sesungguhnya, terletak di hati dan pikiran kita. Dari penjara, Ibnu Taimiyah pernah berujar, “al-Mahbus man habasa qalbuhu an rabbihi, wa al-Ma’sur man asarra hawahu.” [Orang yang terpenjara adalah orang yang hatinya berbatas/tercegah dari Tuhannya. Sedangkan, orang yang tertawan adalah orang yang dipenjara oleh hawa nafsunya].
Kitab babon Mazhab Hanafi dalam ilmu fikih berjudul Al-Mabsuth, karangan Syaikh As-Sarakhsi, lahir dari penjara. Didiktekan olehnya dari penjara bawah tanah selama sepuluh tahun kepada murid-muridnya yang mencatat dari atas tanah di luar penjara.
Buku tersebut, dapat disejajarkan dengan buku Majmu’ Syarhil Muhazzab anggitan Imam An-Nawawi dari Mazhab Syafi’i. Begitu pula karya Ibnu Qudamah, Al-Mughni, dari Mazhab Hanbali. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi, bila beliau tidak ada di sana.
Di waktu kemudian, kita mengenal Ibnu Taimiyah, yang namanya sudah saya sebut di depan. Ulama yang hidupnya dari penjara ke penjara. Bahkan, beliau wafat di sana. Banyak karya-karya besarnya lahir sewaktu beliau mendekam di dalamnya. Demikian juga, pada masa jauh setelahnya, ada Sayid Qutub, yang menulis tafsir Fi Zilalil Qur’an selama beliau berada di penjara. Karya yang telah diterjemahkan lebih dari 10 bahasa.
Di Nusantara, kita mengenal Pangeran Diponegoro. Beliau menulis karya monumental, Babad Diponegoro, saat berada dalam pengasingan di Manado. Pada tahun 2013, Babad Diponegoro, diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Ingatan Dunia [ Memory of The World].
Terakhir, saya mesti menyebut Buya Hamka. Karya terbesarnya, Tafsir Al Azhar, ditulis di penjara. Beliau ditahan selama dua tahun empat bulan oleh rezim Orde Lama karena dituduh melakukan tindakan subversif. Dihukum, tanpa melalui proses peradilan.
Dalam buku berjudul, Ayah, yang ditulis anaknya, Buya Hamka pernah berkata : “Dendam itu dosa. Selama dua tahun empat bulan saya di tahanan, saya merasa semua itu adalah anugerah yang tiada terhingga dari Allah. Sehingga, saya dapat menyelesaikan kitab tafsir Al Quran 30 juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin saya memiliki waktu untuk mengerjakan dan merampungkan pekerjaan tersebut.”
Oleh karena itu, bila saat ini maupun esok hari, kejadian dan keadaan yang tidak kita ingini terjadi atau datang mengunjungi, jangan terlalu bersedih. Jangan cepat-cepat hati kita mengecil. Sebab, pasti ada pelajaran, hikmah, keberkahan, dan kebaikan yang tersembunyi. Pada saatnya nanti, kita mengerti, memahami, dan mengakui.
Salam teduh,
Kang Jarwo