INIJOGJA.NET – Kisah Si Batu Hitam dilihat sudah memasuki senjakalanya, namun kejadian itu seolah bertolakbelakang dengan faktanya. Buktinya, kerap terjadi saling rebut antara domestik dan ekspor.
Kebutuhan batu bara domestik diperkirakan masih akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meski pemerintah terus menggenjot penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa total cadangan batu bara Indonesia saat ini mencapai 38,8 miliar ton. Selain cadangan batu bara, masih ada juga sumber daya batu bara yang tercatat sebesar 143,7 miliar ton.
Dengan rata-rata produksi batu bara sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan batu bara Indonesia masih 60 sampai 70 tahun apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru. Kalimantan menyimpan 62,1 persen dari total potensi cadangan dan sumber daya batu bara terbesar di Indonesia. Kemudian batu bara juga banyak terdapat di Pulau Sumatera. Pulau tersebut punya potensi tinggi dengan 55,08 miliar ton sumber daya batu bara dan 12,96 miliar ton cadangan batu bara.
Saat ini, Indonesia baru berhasil menyerap sekitar 28 persen dari produksi batu bara nasional untuk kebutuhan energi. Kebutuhan batu bara dalam negeri baru sebesar 155 juta ton, dengan perincian 109 juta ton diserap untuk pembangkit dan sisanya 46 juta ton digunakan industri seperti smelter, semen, dan sebagainya. Sementara batu bara yang diekspor sekitar 395 juta ton.
Sejak 2015, produksi batu bara menunjukkan tren yang meningkat. meski sempat menurun pada 2016 dan 2020. Batu bara sendiri masih menjadi tumpuan bagi kawasan Asia Pasifik dalam penyediaan energi yang terjangkau dan murah. Kawasan memiliki kapasitas batu bara dan pembesar saat ini 76 persen termasuk rencana pengembangannya 94 persen.
Batu Bara vs Energi Terbarukan
Isu climate change telah menjadi perhatian serius oleh bangsa-bangsa di dunia, melalui Paris Agreement setiap negara bersepakat mencapai net zero emission yang telah ditargetkan untuk Indonesia sendiri pada 2060. Hal itu didukung oleh Perbankan dunia yang menyokong proyek-proyek hijau dan mulai menyetop membiayai proyek non renewable seperti pembangunan PLTU.
Dari total 1.262 Giga Ton emisi CO2 yang dihasilkan di Indonesia, sebanyak 35 persen berasal dari pembangkit listrik batu bara. PLN sebagai penguasa listrik nasional, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 lebih mendominasikan penggunaan energi terbarukan sebagai backbone sistem kelistrikan nasional, hal ini sejalan dengan program 23 persen energi terbarukan yang digagas Pemerintah.
Meski pamor penggunaan energi terbarukan terus didongkrak, tampaknya tak memengaruhi permintaan akan batu bara. Pasalnya, baik dalam negeri maupun negara-negara lain seperti Tiongkok, Korea Selatan, India, Jepang,dan Filipina masih banyak ketergantungan dengan Si Batu Hitam tersebut. Apalagi saat ini Pemerintah menugaskan BUMN PT Pertamina (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk untuk menggejot bisnis hilirisasi batu bara.