KALAU hari ini kita berkunjung ke Almunecar, salah satu kota yang terletak di provinsi Granada Spanyol, kita bisa melihat Patung Abdurrahman ad Dakhil yang berdiri kokoh. Beliau peletak kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia dan tangan emas yang menjadikan Cordova sebagai pusat perkembangan dan kebudayaan paling menarik di Eropa.
Dialah orang yang melakukan pembangunan besar-besaran Kota Cordova. Membangun taman Al Rusafah dan Masjid Cordova [dikenal juga dengan La Mazquita, yang sekarang menjadi Katedral Diosese Cordoba]. Juga mendirikan Universitas Cordova, Toledo, dan Sevilla. Bayangkan, pada masa itu, dalam 1 tahun, tidak kurang 400 ribu orang mengunjungi perpustakaan yang ada di sana.
Semua itu, tidak pernah terjadi kalau tidak ada kekalahan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Bukan hanya ditaklukkan, tapi terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap keluarga keturunan Bani Umayyah. Abdurrahman Ad Dakhil, sedikit orang yang selamat dan melarikan diri ke Spanyol.
Ditempat yang berbeda, kekalahan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830). Kemudian, diikuti pengasingan beliau beserta pengikutnya, termasuk tokoh besar Kyai Mojo, di daerah Tondano, merupakan tonggak terpenting lahirnya komunitas Jawa Tondano di Minahasa. Sekaligus juga, salah satu pilar menyebarnya dakwah Islam dan agama Islam di daerah Indonesia Timur.
Andai perang Jawa dimenangkan oleh Pangeran Diponegoro, mungkin tidak pernah ada komunitas Jawa Tondano. Mungkin, jalan dakwah Islam di sana akan ditulis dengan cara yang sama sekali berbeda.
“Sungguh setelah kesulitan, ada kemudahan. Sungguh bersama kesusahan, ada banyak peluang dan kesempatan”. [QS.94 : 5-6]. “Allah kelak, memberi kelapangan setelah kesempitan.” [QS.65 : 7]
Salam teduh,
Kang Jarwo