INIJOGJA.NET – Malam ini, Jumat 29 Juli 2022, Kota Solo punya hajat besar yaitu kirab budaya malam 1 Suro.
Menurut jadwal, kirab budaya yang membawa pusaka Kraton Kasunanan Surakarta disertai kebo (kerbau) bule dilaksanakan pada Jumat 29 Juli 2022 pukul 23.00 hingga Sabtu dinihari 30 Juli 2022.
Kirab yang digelar pihak Kraton Kasunanan Surakarta merupakan simbol budaya dalam rangka memperingati tanggal penting pergantian tahun Jawa atau momen sakral malam 1 Suro.
Apa sebenarnya kirab budaya malam 1 Suro menurut tradisi di Kraton Kasunanan Surakarta ? Simak penjelasan berikut ini.
Dalam prosesi kirab budaya malam 1 Suro Kraton Kasunanan Surakarta, pada pelaksanaannya menggunakan alat dan perlengkapan yang memberikan suatu makna atau pesan yang dapat dipahami dan ditafsirkan oleh masyarakat.
Adapun makna yang ada dalam alat atau perlengkapan yang dipakai pads kirab adalah tanda atau simbol yang banyak mengandung arti, dan dapat dijadikan sebagai pelajaran kehidupan manusia.
Upacara kirab pusaka Kraton Kasunanan Surakarta pada malam 1 Suro mengandung pesan-pesan. Hal itu menunjukkan bukti adanya nilai dalam simbol atau tanda yang digunakan.
Di samping itu, kirab pusaka mengandung makna dan pesan tertentu yang mengajak kepada manusia untuk mencari keselamatan.
Dalam pengertian filosofi, aktivitas kirab yang dilakukan oleh kraton mempunyai nilai-nilai positif seperti keselamatan dan kedamaian.
Kirab mengandung arti secara filosofis yaitu keseimbangan dan keselarasan antara dunia dan manusia dalam usaha manusia mewujudkan suatu kehidupan yang damai dan selamat, yang dilakukan berdasarkan sifat-sifat ilahi.
Keseimbangan dan keselarasan tersebut diwujudkan dalam bentuk tatacara kosmis-religius magis yakni dalam hal ini dalam wujud kirab pusaka, yang intinya atau maknanya adalah keselamatan dan ketenteraman (Wiseso, 2013).
Kirab malam 1 Suro merupakan sebuah tradisi tahunan yang diselenggarakan oleh Kraton Kasunanan Surakarta dalam menyambut pergantian tahun Jawa.
Ritual malam 1 Suro merupakan gambaran atas rasa syukur orang Jawa dan malam yang penuh dengan harapan-harapan untuk kehidupan di tahun depan untuk kehidupan yang lebih baik dari tahun yang berlalu, yang dalam malam 1 Suro banyak orang yang percaya akan mendatangkan berkah.
Banyak orang yang datang untuk
menyaksikan ritual kirab malam 1 Suro, dan berharap akan mendapatkan seperti percikan air dari pusaka, kotoran kebo bule yang menjadi cucuk lampah yang dipercaya dapat memberikan berkah yang orang menyebutnya dengan ngalap berkah malam 1 Suro (Nur Islami & Ikhsanudin, 2014).
Kebo bule yang selama ini disebut sebagai simbol kekuatan yang praktis yang digunakan untuk pertanian yang merupakan sumber mata pencaharian hidup bagi orang-orang Jawa.
Kebo bule merupakan simbol dari sebuah kesuburan dan kejayaan yang menjadi cita-cita yang ingin diwujudkan oleh Raja dan rakyatnya.
Dalam menyambut pergantian malam tahun baru Jawa yang disebut juga dengan malam 1 Suro, banyak tradisi masyarakat yang berbeda-beda dalam menyambutnya seperti dengan adanya tradisi tirakatan, tahlil dan sebagainya
tergantung dengan tradisi daerah-daerahnya.
Untuk Kraton Kasunanan Surakarta, khususnya, dalam menyambut pergantian malam tahun baru atau malam 1 Suro dengan adanya peringatan kirab malam 1 Suro.
Kirab malam 1 Suro di Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat diawali dengan para abdi dalem kraton memanjatkan doa-doa dan menebar sesajen di depan Kori Kamdandungan yang dilakukan seiring dengan menunggu kedatangan Kebo Bule, hewan yang dikeramatkan.
Kebo-kebo yang dikeramatkan tersebut akan mulai berjalan dengan sendirinya dan tidak ada satu orang pun yang dapat memaksa hewan tersebut untuk berjalan keluar dari kandangnya pada saat malam 1 Suro.
Setelah kebo bule mulai berjalan keluar, maka di belakangnya tersebut diiringi oleh Raja beserta keturunan dan para abdi dalem. Berjalan dengan berbaris rapi di belakang kebo bule.
Dalam prosesi kirab malam 1 Suro, peserta yang mengikuti jalannya prosesi kirab diharuskan untuk mengikuti aturan berpakaian yang berlaku di Kraton Kasunanan Surakarta yaitu dengan menggunakan pakaian warna hitam, untuk peserta laki-laki menggunakan berkap jawa dan wanita menggunakan kebaya yang semuanya itu berwarna hitam (Maula, 2015).
Ritual kirab malam 1 Suro dapat dimulai ketika kebo bule yang dijadikan sebagai ikon pembukaan ritual kirab ini mulai berjalan keluar. Sehingga dapat dipastikan bahwa ketika kebo bule belum mulai keluar dari kandangnya, maka ritual kirab malam 1 Suro belum dapat dimulai sampai Kebo Bule keluar dari kandangnya.
Seberapa lamanya Kebo Bule keluar dari kandang yang lain hanya bisa menunggunya karena pada dasarnya mereka tidak dapat dipaksa dan tidak ada yang berani memaksanya karena kebo bule ini sangat dikeramatkan. Oleh karena hal tersebut, tidak dijadikan suatu keheranan jika hewan tersebut diperlakukan seperti layaknya seorang pangeran dan tidak diperlakukan semena-mena (Fitriyanto, 2017).
Makna Sajen
Adapun perlengkapan sajen dalam kirab pusaka memiliki makna dan pesan bagi kehidupan manusia. Pesan tersebut tidak disampaikan secara langsung, akan tetapi melalui bahan-bahan yang digunakan dalam sajen yang setiap bahan tersebut memiliki makna sendiri-sendiri yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran kehidupan manusia.
Sesajen memiliki nilai yang sangat
sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen untuk mencari berkah.
Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi.
Alat-alat yang dijadikan sebagai kelengkapan sesajen dalam prosesi kirab budaya malam 1 Suro di Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat antara lain arang, cambuk, alat penerangan, ketan empat warna dan enten-enten, ingkung ayam, jenang pathi, jenang grendul, dan jenang abang putih.
Makna dari perlengkapan sesajen yang digunakan pada proses kirab budaya
malam 1 Suro Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat antara lain;
1) Arang melambangkan keburukan/kejahatan yang dibakar dengan kemenyan sehingga hal-hal buruk dimuka bumi ini ikut terbakar dan hilang dengan sendirinya.
2) Cambuk memiliki makna bahwa siapa saja yang melenceng atau berbuat tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka sudah seharusnya dicambuk
3) Alat penerangan dalam Kirab Pusaka adalah oncor, ting, dan petromak. Alat penerangan ini melambangkan manusia harus memiliki hati yang terang benderang
4) Ketan empat warna melambangkan sifat dasar manusia dan enten-enten kelapa dan gula jawa melambangkan ujian buat manusia. Serabi berwarna merah putih, gula jawa dan kelapa parut melambangkan sangkan paraning dumadi
5) Ingkung ayam (ayam panggang) melambangkan pengorbanan yang tulus dan ucapan terimakasih baik kepada Allah maupun leluhur yang telah memberikan keselamatan dan perlindungan
6) Jenang pathi melambangkan permohonan doa restu kepada orang tua
7) Jenang grendul melambangkan kehidupan yang penuh dengan
cobaan
8) Jenang abang putih melambangkan asal-usul kehidupan manusia.***