PERTAMA dan utama, puasa adalah ibadah yang diwajibkan Allah kepada setiap orang yang mengaku beriman [QS. 2 : 183]. Pada wilayah ini, tidak perlu argumen dan alasan macam-macam. Cukup terima dan laksanakan! Sebab, iman kita meyakini, ada kebaikan di setiap apa yang Allah wajibkan. Ada makna dan hikmah yang dalam, di segala apa yang Allah perintahkan. Ada cinta dan kasih sayang yang berkelimpahan, di semua yang Allah haruskan dan tetapkan.
Apalagi, pada ayat yang saya kutip di atas, Allah menginformasikan pula bahwa ibadah puasa telah teruji dari waktu ke waktu. Telah diwajibkan juga pada umat terdahulu. Di luar itu, bila kita kaji tradisi dan budaya dari beragam tempat dan masa, ritual puasa selalu ada dan menemani tanpa jemu.
Pemenuhan perintah puasa adalah bentuk ta’abudi, ketundukan, kepasrahan, dan pembuktian dari iman. Puasa dengan demikian juga adalah sebuah pengabdian dan persembahan.
Sebagai bentuk pengabdian dan persembahan, puasa selayaknya kita tunaikan dengan sebaik dan sesempurna mungkin. Dilaksanakan sungguh-sungguh setulus dan sepenuh hati. Baik pada aspek lahir dan zohir, yang meliputi syarat, rukun, dan sunah-sunah yang mengiringi. Sekaligus juga wilayah batin dan hati, yang tersembunyi dan menjadi pusat pengendali.
Hanya dengan jalan begitu, kita terhindar dari puasa yang tidak bermutu. Sekedar menahan lapar dan haus. Hanya dengan langkah semacam itu, puasa menjadi titian penghapus semua dosa kita yang telah lalu. Hanya dengan cara seperti itu, puasa menjadi perisai bagi diri kita dari perbuatan dosa dan “saru”. Sehingga, pintu surga terbuka dan pintu neraka tertutup. Syetanpun terbelenggu, mati kutu.
Salam teduh,
Kang Jarwo