JOGJA – Keluhan seorang wisatawan yang memotret di Taman Sari Jogjakarta heboh di grup media sosial Facebook ‘Pecinta Wisata Yogyakarta,’ Senin (14/3).
Destanta, salah satu pengguna Facebook, mengunggah keluhan temannya yang dikenakan tarif Rp 250.000 jika mau masuk ke Taman Sari karena membawa kamera DSLR atau kamera profesional.
Diketahui, wisatawan tersebut bernama Eko Setyawan, wisatawan lokal dari Yogya yang datang bersama keluarganya. Eko diajak oleh keluarganya untuk mendokumentasikan perjalanan mereka, sehingga dia membawa peralatan berupa kamera DSLR dan lensa.
Namun saat akan masuk ke Taman Sari, Eko Setyawan mengaku diberhentikan oleh petugas atau penjaga wisata karena melihatnya membawa kamera. Petugas mengira, Eko adalah fotografer yang akan melakukan photo session di dalam kawasan wisata.
“Mereka nanya, masnya sebagai fotografer pasti tahu kan perbedaan photo session sama perjalanan domestik?” tulis Eko Setyawan dalam unggahan tersebut.
Eko kemudian mengaku telah menjelaskan panjang lebar ke petugas yang berjaga, bahwa dia tidak sedang melakukan photo session tapi hanya untuk mendokumentasikan perjalanan wisata keluarganya.
“Tapi (mereka) tetap nyuruh saya keluar, nek mau lanjut silakan bayar tarif photo session,” lanjutnya.
Eko mempertanyakan lagi, kenapa dia harus membayar lebih karena ingin foto dengan kamera DSLR, padahal foto tersebut tidak untuk dikomersilkan. Hanya sekadar foto keluarga, bukan seperti foto produk, pre wedding, atau untuk tujuan komersil lainnya.
“Mereka enggak bisa jawab, bersikukuh nyuruh saya keluar,” lanjutnya.
Bahkan Eko mengaku sudah menitipkan kameranya ke petugas supaya dia tetap bisa masuk dan berfoto menggunakan ponsel. Namun dia tetap tidak diizinkan masuk, kecuali mau membayar tarif photo session lebih dulu dengan alasan mereka menganggap Eko adalah seorang fotografer, bukan wisatawan biasa.
Di saat bersamaan, Eko juga mengatakan bahwa banyak wisatawan yang juga membawa kamera DSLR, namun mereka dibiarkan masuk begitu saja.
Hebohnya berita tersebut membuat pihak Kraton Yogyakarta angkat bicara. Penghageng Kawedanan Hageng Nitya Budaya Kraton Yogyakarta, GKR Bendara, mengatakan sudah ada aturan yang menyatakan bahwa wisatawan yang membawa kamera profesional harus membayar lebih. Bahkan, di Tamansari aturan tersebut sudah dipasang lengkap dengan harga yang dibebankan yakni Rp 250.000.
“Memang menurut peraturan demikian, bahwa wisatawan yang membawa kamera profesional untuk sesi foto kepentingan apapun itu harus membayar lebih. Memang Tamansari ini wilayah berbeda ya, sama seperti lokasi-lokasi wisata lain yang menerapkan hal serupa. Di situ jelas ada aturan bahwa yang membawa kamera profesional untuk potret apapun. Di Tamansari ketika ada foto sesi pihak pengelola akan mendampingi karena tidak semua tempat bisa digunakan untuk foto sesi,” ujar Bendara melalui zoom dengan wartawan
Pengelola, menurut Bendara pasti sudah menanyakan pada pengunjung sejak awal terlebih sudah adanya imbauan tertera. Ia menduga ada missed komunikasi yang terjadi hingga akhirnya muncul unggahan di media sosial.
“Mungkin dari awal pengunjung tidak melihat imbauan itu. Namun juga dimungkinkan pengunjung tersebut adalah fotografer profesional yang memang di-hire untuk memotret foto sesi keluarga tersebut. Mungkin bisa dibesarkan lagi tulisannya biar wisatawan bisa melihat. Kami terbuka, misalnya ada hal yang perlu disampaikan silahkan DM melalui akun Kraton Jogja,” ujar Bendara.
Aturan penggunaan kamera profesional ditegaskan Bendara sudah berlaku sejak lama dan konsisten dijalankan pengelola di lapangan. Standar kamera profesional pun disampaikan yakni kamera DSLR atau yang biasa digunakan untuk produk, wedding atau videografi dengan harga yang juga tertera Rp 250.000.
“Misalnya ibu arisan atau wisata membawa fotografer profesional tentu masuk dalam kategori ini. Banyak juga misalnya wisatawan bilang itu keluarga saya namun fotografer profesional untuk memotret keluarga tersebut. Mengaku bawa keluarga tapi ternyata di-hire profesional, karena itu DSLR masuk dalam kategori membayar tambahan Rp 250 ribu. Konsistensi penerapan peraturan tersebut, kami Tamansari konsisten kalau misalnya ada hal-hal di lapangan ditemukan bisa dilaporkan pada kami pihak pengelola, kami profesional dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Bendara. (dir)