INIJOGJA.NET — Direktur Pusat Studi Islam (PSI) Universitas Islam Indonesia (UII) Edi Safitri SAg MSI mengatakan, membangun peradaban Islam “rahmatan lil alamin” membutuhkan banyak tiang penyangga, di antaranya adalah ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan, menurut Edi, bisa dihasilkan melalui proses berpikir (tafakkur) sampai merasakan keagungan Allah, melakukan refleksi pengalaman (taddabur) sehingga merasakan kekuasaan Allah, dan kegiatan dan amal-amal untuk selalu mendekatkan kepada Alloh (tadzakkur).
Menurut kandidat Doktor ini, ilmu pengetahuan bisa berupa hasil pembacaan tanda Allah pada kitab suci (ayat qauliyah) atau pada tanda Allah yang tersemat pada alam semesta (ayat qauniyah).
Hal itu disampaikan Edi Safitri dalam sambutannya pada Studium Generale secara daring dengan tema “Agama, Radikalisme dan Pendidikan Agama”, Kamis (31/3/2022). Kegiatan sebagai penanda dibukanya Program “Sekolah Pemikiran Islam” (SPI) Universitas Islam Indonesia (UII) Angkatan ke-6. Acara diikuti oleh 144 peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, peneliti dan masyarakat umum dari berbagai penjuru Indonesia.
Dikatakan sebagai salah satu pusat studi di Universitas Islam Indonesia, Pusat Studi Islam (PSI) terus berusaha mengambil peran pengembangan ilmu pengetahuan keislaman dan menjaga konsistensinya melalui suatu program Sekolah Pemikiran Islam (SPI), yang telah terlaksana dalam lima angkatan, dan angkatan enam yang saat ini sedang berjalan.
Edi menyampaikan bahwa sekolah pemikiran kali ini mengangkat tema-tema penting dalam kajian keislaman di anataranya Tema Filsafat Islam Klasik, Tasawuf, Islam dan Gender, Terorisme Radikalisme & Moderasi Islam, Islam & HAM, Kepemimpinan Profetik, Al Quran dan Kemanusiaan, Islam dan Lingkungan.
Di akhir sambutannya, Edi secara resmi membuka Program Sekolah Pemikiran Islam Angkatan 6 yang selanjutnya akan berjalan dari 1 April sampai 28 April 2022.
Usai sambutan acara dilanjutkan kegiatan Studium Generale yang dipandu oleh Ahmad Zubaidi MPd, dosen UII Yogyakarta dan menghadirkan narasumber Sibawaihi SAg MSi PhD dosen Program Doktor FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sibawaihi mengatakan bahwa beberapa tantangan global dalam konteks agama, radikalisme dan pendidikan agama di antaranya demokrasi, pluralisme, kapitalisme, HAM dan neoliberalisme.
Sibawaihi menambahkan beberapa faktor pemicu terjadinya radikalisme di antaranya faktor pemahaman ideologis: eksklusif dan legalistik. Selain itu faktor sosial yaitu kurangnya penghargaan terhadap minoritas, merasa teralienasi, ketidakadilan.
Adapun faktor politik yaitu global dan nasional. Faktor media, faktor lingkungan seperti keluarga dan sekolah.
Dalam konteks ini Sibawaihi menyoroti bahwa banyak orang berpandangan bahwa agama merupakan sumber kekerasan dan berhubungan dengan banyak aksi terorisme. Pada akhirnya, ia menawarkan solusi strategis yang dapat dilakukan untuk menangkal radikalisme di Indonesia, yakni revisiting kurikulum seperti Ilmu agama perlu mengedepankan muatan moderasi dalam beragama dan Ilmu sosial perlu menekankan wawasan multikulturalisme atau pendidikan multikultural, pengajar (guru/dosen) perlu memiliki literasi agama, literasi budaya, literasi sejarah, literasi politik. (dir)