INIJOGJA.NET – Kraton Yogyakarta secara resmi mengumumkan bahwa kegiatan Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng 2022 ditiadakan.
Kepastian ditiadakannya Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng disampaikan melalui akun instagram @kratonjogja serta spanduk-spanduk yang dipasang di kawasan kraton, alun-alun, Plengkung Gading dan lainnya.
Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng
biasanya dilaksanakan untuk menyambut Tahun Baru Islam atau 1 Suro dalam penanggalan jawa.
Tahun ini 1 Muharam 1444 atau 1 Suro jatuh pada Sabtu 30 Juli 2022.
“Pengumuman. Untuk menyambut tahun jawa : Ehe 1956, Setu Pahing 30 Juli 2022. Panitia tidak mengadakan Lampah Budaya Mubeng Beteng,” tulis panitia di spanduk pengumuman yang dipasang di pagar Alun-alun Utara.
Pengumuman tidak digelarnya tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng ini juga diumumkan melalui media sosial Instagram.
Akun Instagram Kraton Yogyakarta @kratonjogja mengunggah pengumuman tidak digelarnya tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng.
“Sahabat, kami informasikan bahwa dalam rangka memperingati Tahun Baru Jawa 1 Sura Ehe 1956 atau 1 Muharam 144 H, Abdi Dalem Keraton Yogyakarta akan melaksanakan doa bersama dan macapatan di selasar Kagungan Dalem Bangsal Pancaniti, Komplek Pelataran Kamandungan Lor (Keben), Keraton Yogyakarta, Jumat (29/07) malam.
Agenda ini diikuti oleh undangan secara terbatas sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku. Adapun untuk Hajad Kawula Dalem Lampah Budaya Tapa Bisu Mbeng Beteng belum dapat dilaksanakan pada kesempatan ini.
Diinformasikan bahwa tanggal 1-3 Agustus 2022, Pagelaran serta Kedhaton Tutup untuk wisata karena adanya upacara Siraman Pusaka dan agenda ini tertutup untuk publik.
Semoga kesehatan dan keberkahan senantiasa mengiringi kita semua di tahun yang akan datang. Salam rahayu!,” tulis akun @kratonjogja.
Malam 1 Suro, bagi orang Jawa tradisional memiliki makna spiritual lebih dalam dibandingkan dengan hari-hari biasa.
Pada malam 1 Suro para penganut Kejawen (kepercayaan tradisional masyarakat jawa) akan menyucikan dirinya berikut benda-benda yang diyakini sebagai pusaka.
Sejumlah kraton, semisal Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, hingga Kasepuhan Cirebon bahkan punya tradisi masing-masing untuk merayakan 1 Sura.
Kraton Surakarta pada malam 1 Suro biasanya akan menjamas (memandikan) pusaka-pusaka kraton termasuk mengirab kerbau bule, Kiai Slamet.
Sementara di Yogyakarta, ada tradisi jamasan dan tradisi tapa bisu mubeng beteng Kraton Yogyakarta.
Secara adat tradisi, masyarakat Jawa khususnya di lingkungan Kraton masih menggunakan kalender tersebut sebagai patokan.
Kalender Jawa memiliki sistem yang hampir mirip dengan Kalender Hijriah. Pembedanya adalah hitung-hitungan matematisnya.
Secara kebetulan, 1 Suro terkadang bisa berbarengan dengan 1 Muharram pada kalender Hijriah. (Chaidir)