Tawakal kita pancangkan, setelah perencanaan kita susun dengan matang [QS. 3 : 159]. Terhadap apapun hasilnya di masa datang, hati kita tetap lapang dan tenang, bahkan senang. Sebab, kepada Allah, semuanya kita pasrahkan, serahkan, dan percayakan. Zat yang dipenuhi kasih sayang dalam menetapkan dan menentukan [QS. 4 : 40 dan QS. 65 : 3].
Tawakkal hadir, seiring ikhtiar sungguh-sungguh yang kita jalankan [Hadist Riwayat at-Tirmidzi]. Soal hasilnya yang nanti berkunjung datang, kita sandarkan dan gantungkan sepenuhnya, kepada Allah yang Maha mencukupkan [QS. 65 : 3] dan Maha tahu yang terbaik untuk kita genggam [QS. 2 : 216]. Tidak ada keraguan dan kecemasan. Apalagi, ketakutan. [QS. 10 : 62-63]
Keraguan, kecemasan, dan ketakutan, bermula dari bisikan setan. Ia secara halus, meniupkan rasa was-was di hati kita terhadap hal-hal yang mungkin terjadi di masa depan. Menggoreskan rasa tertekan dan saling menyalahkan, terhadap apa yang telah kita lewatkan di belakang. Iman dan tawakal, menjadi pelindung dan pengaman [QS. 16 : 99].
Jadi, sebelum menyatakan bertawakal, tanyakan pada diri. Apakah perencanaan telah kita susun dengan matang. Apakah ikhtiar terbaik telah kita pancangkan. Apakah soal hasil yang terjadi di masa depan, dari apa yang kita lakukan, telah kita serahkan, pasrahkan, dan percayakan kepada Allah yang Maha Rahman. Sehingga, hati kita lapang, tenang, dan nyaman. Tidak ada rasa kekuatiran dan kecemasan. Bila jawaban kita atas semua pertanyaan di atas : ya. Berarti kita telah bertawakal.
“Maka, apabila engkau telah selesai [dari suatu urusan], tetaplah bekerja keras [untuk urusan lain], dan hanya kepada Allah semata, engkau berharap.” [QS. 94 : 7-8]
Salam teduh,
Kang Jarwo
#LembagaZakatAlAzhar
#PDPMUCY
#YayasanKomunitasKawasanMalioboro
#PayungPeneduhInstitute