INIJOGJA.NET – Lagu ‘Joko Tingkir Ngombe Dawet’ ramai dipergunjingkan kalangan netizen. Suasana tambah panas setelah muncul protes dari tokoh Nahdlatul Ulama, MUI, dan akademisi UINSA.
Lagu tersebut heboh di masyarakat setelah menyebar di berbagai platform media sosial. Lagu tersebut mulanya dinyanyikan di kanal Youtuber Tama Halu, kemudian menjadi viral.
Lagunya menjadi trending musik di Youtube setelah dinyanyikan ulang beberapa artis ternama, di antara Trio Tingkir (Percil, Deny Caknan, Sodiq New Monata), Happy Asmara dan Yeni Inka.
Ternyata lagu ini makin melejit setelah dijadikan latar berbagai video pargoy atau joget yang bertebaran di TikTok maupun Reels.
Namun popularitas lagu dangdut bergenre koplo ini langsung menuai protes dari berbagai pihak, mulai Gus Muwafiq, akademisi UINSA, dan terakhir Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
Mereka mempermasalahkan lagu “Joko Tingkir Ngombe Dawet” tidak mencerminkan kebudayaan, dan jauh dari kepantasan.
Menurut Gus Muwafiq, pengarang tidak mengetahui sejarah. Joko Tingkir bukanlah orang sembarang. Joko Tingkir adalah ulama besar yang menurunkan ulama-ulama di Jawa.
Siapakah sebenarnya sosok Joko Tingkir ?
Pada Juli 2017 KH Said Aqil Siroj saat menjabat Ketua Umum PBNU pernah menceritakan bahwa untuk menyelamatkan Kerajaan Demak maka Sultan Hadiwijoyo atau Joko Tingkir memindahkannya ke Pajang atau daerah Sukorejo saat ini.
Namun tidak lama ia berhasil memindahkan kerajaan, Joko Tingkir dikudeta oleh Saudara Iparnya Sendiri Sutowijoyo. Lalu, Joko Tingkir pergi untuk mencari seorang guru dan berniat kembali untuk merebut kekuasaan kerajaan.
“Joko Tingkir lari dan mencari guru. Dapat guru di atas Gunung Dieng Wonosobo namanya Syekh Abdullah Quthbuddin, yaitu seorang mursyid tarekat Qadiriyah,” kata Kiai Said di Gedung PBNU dikutip dari NU Online.
Syekh Abdullah, lanjut Kiai Said, mengajari Joko Tingkir tentang makam spiritual. Ada empat puluh makam spiritual yang diajarkan dengan ma’rifat sebagai puncak ajarannya.
“(yaitu) Taubat, wara’, zuhud, tawakkal, ridlo, syukur, tuma’ninah, sakinah, ghaibah, terus sampai empat puluh dan puncaknya ma’rifat,” jelas peraih gelar Doktor dari Universitas Umm Al Qura itu.
Kiai Said menambahkan, setelah Joko Tingkir merasa cukup dengan ilmu yang didapatkannya, ia berniat untuk kembali ke Kerajaan Pajang untuk mengambil alih kekuasaanya yang pernah dikudeta oleh iparnya. Namun ada suara atau ilham yang membisiki Joko Tingkir hingga akhirnya Joko Tingkir mengurungkan niatnya.
“Namun ada ilham atau suara (ke Joko Tingkir), ngapain kamu ilmunya segitu besarnya hanya untuk merebut kekuasaan duniawi, kursi duniawi,” cerita Kiai Said.
Kemudian, imbuh Kiai Said, Joko Tingkir pergi naik sampan di Sungai Bengawan Solo dan pergi ke arah Timur. Di dalam perjalannya itu, Joko Tingkir didorong oleh empat puluh buaya.
“(empat puluh buaya) Yaitu empat puluh makam spiritualnya. Sampai di Desa Tringgobayan Lamongan dan mendirikan pesantren yang menjadi cikal bakan pesantren di Jawa Timur,” urainya.
Menurut Kiai Said, Joko Tingkir atau Hadiwijoyo adalah seorang wali Allah. Joko Tingkir telah meninggalkan pengaruh dan pesan-pesan spiritual. Dari cerita tersebut, Kiai Said menegaskan bahwa jabatan seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk ambisi pribadi.
Sementara merujuk catatan Kiai Ishomuddin Hadziq atau Gus Ishom, muhaqiq kumpulan karya Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, Joko Tingkir adalah kakek ke-3 dari KH Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Itu berarti Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid adalah generasi ke-6.
Nasab Joko Tingkir bertemu dengan Maulana Ishaq ayah Sunan Giri, salah satu Walisongo yang telah berjasa besar dalam mendakwahkan Islam di Nusantara.
Dalam tahqiq kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim oleh Gus Ishom tercatat silsilah Joko Tingkir sebagaimana berikut:
Mengenal Penulis kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Nama dan nasabnya: beliau adalah (1) Muhammad Hasyim bin (2) Asy’ari, bin (3) Abdul Wahid, bin (4) Abdul Halim yang bergelar Pangeran Benowo, bin (5) Abdurrahman yang berjulukan Joko Tingkir dan bergelar Sultan Hadiwijoyo, bin (6) Abdullah, bin (7) Abdul Aziz, bin (9) Abdul Fatah, bin (10) Maulana Ishaq ayahnya Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan gelar Sunan Giri, Tebuireng Jombang. (Ishomuddin Hadziq, Tahqiq Adabul ‘Alim wal Muta’allim, [Jombang, Maktabatut Turatsil Islami: 1415], halaman 3).
Catatan ini secara gamblang menginformasikan bahwa Joko Tingkir yang juga punya panggilan Mas Karebet ini bukan sembarangan. Jalur nasab ke atas sampai kepada Maulana Ishaq ayah Sunan Giri, sedangkan jalur nasab ke bawah sampai pada Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahid Hasyim dan Gus Dur. Tokoh-tokoh besar yang sangat dihormati oleh bangsa ini.
Bila kita baca data sejarah lebih lanjut, maka akan kita ketahui, Joko Tingkir adalah raja sekaligus pendiri kerajaan Pajang yang memerintah pada rentang tahun 1568 – 1582 dengan gelar Sultan Hadi Wijaya atau Adi Wijaya. Jasanya sangat besar dalam mendakwahkan Islam di bumi Nusantara. Pun demikian anak cucunya terus berkiprah sampai sekarang. ***