INIJOGJA.NET, Jakarta — PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menegaskan untuk menolak memberikan layanan penyeberangan terhadap kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau terindikasi Over Dimension dan Over Loading (ODOL).
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi menyampaikan, pihaknya akan mengetatkan kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau membawa muatan berlebih untuk melakukan penyeberangan. Apalagi di tengah layanan angkutan Natal dan Tahun Baru saat ini yang terkendala cuaca ekstrim.
“Kendaraan dengan muatan berlebih apalagi sampai terindikasi ODOL sangat membahayakan keselamatan pelayaran. Kami pastikan, bersama petugas otoritas pelabuhan dan aparat terkait di lapangan akan tidak melayani kendaraan ODOL untuk menyeberang. Apalagi saat ini kondisi cuaca di sejumlah lintas penyeberangan cukup ekstrim yang berdampak pada pergerakan kapal saat proses sandar ataupun berlayar,” tutur Ira di Jakarta, Jumat (30/12).
ASDP meminta dengan sangat agar para pengusaha/pemilik barang dapat bekerjasama, mematuhi aturan untuk tidak membawa muatan yang tidak sesuai ketentuan sehingga dapat membahayakan keselematan banyak pihak. “Terutama para pengemudi kendaraan itu sendiri,” ujar Ira.
Sementara dari sisi keselamatan transportasi, Komita Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melihat pengoperasian truk ODOL selain berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalan raya, ternyata juga membahayakan angkutan penyeberangan. “Dari catatan KNKT, ditemukan beberapa kecelakaan yang menjadikan kendaraan ODOL sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di kapal,” ungkap Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono.
Beberapa kecelakaan tersebut diantaranya, tenggelamnya Windu Karsa di Perairan Kolaka (27 Agustus 2011), tenggelamnya Rafelia 2 di perairan Selat Bali (4 Maret 2016), kandas dan tenggelamnya Lestari Maju di perairan Selat Selayar (3 Juli 2018), patahnya pintu rampa Nusa Putra (Merak, 27 Desember 2018), tenggelamnya Bili di Sungai Sambas (20 Februari 202) tenggelamnya Yunicee di Perairan Selat bali (29 Juni 202), dan kejadian terakhir adalah terbaliknya Satya Kencana III, di Pelabuhan Kumai (19 Oktober 2022).
Soerjanto mengatakan, dalam kasus tenggelamnya Kapal Yunicee yang mengakibatkan korban meninggal 11 (sebelas) orang meninggal dan 13 (tiga belas) orang hilang, ditemukan salah satu faktor yang berkontribusi adalah saat kapal bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, jumlah muatan telah melebihi kapasitas (overload), sehingga benaman kapal (draft) mendekati geladak kendaraan. Temuan KNKT dalam proses investigasi jumlah muatan berlebih tersebut salah satunya juga diakibatkan dari pengangkutan truk ODOL.
Pengaruh ODOL terhadap angkutan penyeberangan ini sendiri bila dikaitkan dengan sarana yang ada ternyata juga sangat berkaitan. Keberadaan ODOL di kapal berpotensi menyebabkan kerusakan pada struktur pintu rampa, geladak kapal dan juga nosel alat pemadam. Tinggi muatan juga bisa menyebabkan radius sprinkler sembur menjadi tidak efektif.
“Dan yang tak kalah membahayakannya adalah jarak antar kendaraan di geladak kendaraan semakin pendek. Hal ini menyebabkan kesulitan akses bagi awak kapal pada saat melakukan penanganan kebakaran,” ujar Soerjanto.
Dari sisi angkutan penyeberangan dalam hal ini kapal angkutan ODOL akan mempengaruhi berkurangnya kemampuan daya angkut kapal dari sisi jumlah unit kendaraan yang masuk. Pada garis sarat yang sama, jumlah unit kendaraan berkurang karena berat kendaraan per unit sudah melebihi batas.
Meningkatnya dimensi kendaraan membuat kapasitas angkut ruangan geladak kendaraan semakin berkurang. Selain itu pemuatan kendaraan di atas geladak menjadi semakin rumit dikarenakan ukuran kendaraan yang semakin besar. Akibat dari kondisi ini, operasional di pelabuhan akan semakin lama.
Terkait dengan keselamatan kapal, kecenderungan pemuatan kapal melewati garis sarat maksimum menyebabkan berbagai gangguan pada operasional kapal diantaranya olah gerak (terutama pada saat cuaca buruk), stabilitas kapal, meningkatnya kemungkinan untuk gelombang masuk ke dalam kendaraan. (ID).