INIJOGJA.NET, Jakarta — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI telah menutup sebanyak 1.321 konten hoaks politik hingga 4 Januari 2023.
Penutupan konten hoaks tersebut dalam rangka menjaga keamanan ruang digital menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024.
Hal itu dikatakan Menteri Kominfo Johnny G. Plate saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Johnny tidak menjelaskan secara rinci mengenai hal tersebut, termasuk platform apa yang memberikan kontribusi paling besar dalam menyebarkan konten hoaks politik.
“Ada, tapi tidak ada datanya sekarang, karena ini diambil dari surveillance system. Jumlahnya 1.321 hoaks, nanti angka persisnya per platform digital akan disampaikan kemudian,” ujar Johnny.
Selain itu, Kemenkominfo juga telah menutup 11 streaming TV dan 86 URL yang dianggap radikal.
Johnny mengatakan, Pemilu merupakan puncak pesta demokrasi negara dan menjadi momen penting bagi Indonesia untuk menentukan arah bangsa di masa depan.
Untuk itu, ia pun meminta semua pihak untuk tetap menjaga ruang digital dengan tidak membuat atau menyebarkan hoaks. Apalagi, mengingat jadwal kampanye yang relatif lebih singkat, maka potensi penggunaan ruang digital tentu akan masif.
“Pemilihan Umum kita di tahun 2024 nanti jangan sampai disibukkan dengan post-truth, jangan sampai diisi dengan propaganda, firehouse of falsehood. Jangan diisi dengan hoaks, disinformasi, dan malinformasi,” tutur Johnny.
“Pada pesta demokrasi ini, seluruh masyarakat punya hak yang sama untuk berpartisipasi memilih pemimpin dan wakil-wakilnya di legislatif. Mari kita jaga dengan baik agar tetap kedepankan kultur dan etika yang baik, menghormati para pemimpin kita, menghormati para calon pemimpin kita, calon presiden, calon wakil presiden, calon anggota DPD, calon anggota DPR RI, calon anggota DPRD di seluruh Indonesia,” imbuhnya.
Ia menekankan, imbauan tersebut tak hanya ditujukan kepada masyarakat tapi juga para kontestan atau peserta Pemilu.
“Kami sampaikan ini kepada masyarakat karena masyarakat jumlahnya luas dan peserta pemilu juga, khususnya politisi, untuk memastikan mengikuti undang-undang. Apabila ada pelanggaran, maka sudah ada institusi yang menanganinya baik itu KPU, Bawaslu, maupun DKPP dengan fungsi dan tugasnya masing-masing,” tegas Johnny. (Chaidir)