INIJOGJA.NET – Namanya Gedung Hoofdbestuur Nahdlatul Oelama. Masih menggunakan bahasa Belanda. Gedung ini berlokasi Jalan Bubutan Gang VI Surabaya.
Gedung yang sejak Desember 2013 dinyatakan sebagai gedung cagar budaya memiliki sejarah sangat penting bagi perjalanan sejarah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Gedung cagar budaya yang berada di kampung Bubutan Surabaya tersebut merupakan tempat awal mula berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang dibangun pada tahun 1909.
Awalnya, bangunan ini merupakan kantor Jawatan Agama Kota Surabaya, yang pimpinannya adalah KH Hasyim Asy’ari. Kemudian, pada tahun 1926 digunakan sebagai Hoofdbestuur Nahdlatul Oelama, atau kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU).
Disinilah awal mula NU lahir pada tanggal 31 Januari 1926/16 Rajab 1344 H. Peran kampung NU pada saat masa jaman penjajahan Belanda juga turut serta dalam mempertahankan NKRI, yaitu dengan mewajibkan setiap muslim, terutama laki-laki, yang tinggal dalam radius 94 km, untuk turut serta bertempur melawan penjajah.
Hal ini kemudian yang disebut dengan Resolusi Jihad NU yang dicetuskan pada tanggal 22 Oktober 1945.
Monumen Resolusi Jihad NU sebagai pengingat akan sejarah Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari, dimana para santri, pemuda, dan masyarakat untuk berjuang bersama melawan tentara sekutu pada peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945.
Gedung cagar budaya ini juga menyimpan berbagai koleksi foto bersejarah terkait pertempuran 10 Nopember 1945 serta foto naskah Resolusi Jihad.
Penyobekan Bendera Belanda
Hanya beberapa pekan setelah Proklamasi Kemerdekaan Ri, orang-orang Surabaya dan sekitarnya sadar bahwa NICA Belanda datang bersama tentara Sekutu untuk kembali berkuasa di Indonesia.
Pada 19 September 1945, banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru bendera Belanda di Hotel Yamato. Di antara orang-orang Indonesia yang tidak suka kehadiran militer asing kawan NICA tersebut, terdapat kaum bersarung yang merupakan santri dari pesantren-pesantren tradisional yang berafiliasi dalam Nahdlatul Ulama.
Sebelum datang Brigade 49 Divisi India Tentara Inggris pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby, kalangan santri merasa tentara asing akan datang dan perang tidak bisa dihindarkan.
Pada akhir Oktober 1945 di Surabaya para kiai berkumpul dan mantap berdiri di belakang Republik Indonesia. Pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, wakil-wakil cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya dan menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci). Dalam pertemuan itu lahirlah apa yang dikenal sebagai Resolusi Jihad.
Pihak NU menyebut bahwa umat dan ulama di banyak tempat punya hasrat besar untuk menegakkan agama Islam dan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Niat itu tertuang dalam pertimbangan Resolusi Jihad bahwa mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam.
Lewat Resolusi Jihad, kaum santri memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahayakan Kemerdekaan, Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya. Bagi NU, baik Belanda maupun Jepang telah berbuat kezaliman di Indonesia. ***