OPERASIONAL penyewaan skuter wisata di kawasan Malioboro kembali disoal. Jika sebelumnya Pemerintah Kota (Pemkot) Jogjakarta menyoroti kepemilikan atau operatornya serta penggunaan skuter yang mengganggu pengguna jalan di pedestrian, kini para pedagang asongan melakukan protes dan menyoal legalitas operator skuter.
Pedagang asongan (pengasong) yang tergabung dalam Komunitas Pedagang Asongan Malioboro itu, pads Senin (14/3/2022) menyampaikan keluhannya dan Mengadu ke DPRD Kota Jogja. Mereka menuntut ada jalan keluar, sebab setelah relokasi para pedagang kaki lima (PKL) 1 Februari 2022 lalu, para pengasong selalu ditertibkan petugas Jogoboro.
Menurut Ketua Komunitas Pedagang Asongan Malioboro Raden Ridwan Suryobintoro, sebelum ada relokasi PKL aktivitas pengasong hampir tidak ada persoalan saat menjajakan dagangan di Malioboro secara mobile. Sedangkan setelah adanya relokasi PKL, petugas Jogoboro gencar melakukan penertiban.
“Ketika kami ini dilarang di kawasan Malioboro, tapi kan tidak ada regulasinya. Katanya kami juga tidak ada legalitas tapi kenapa skuter yang juga tidak ada legalitasnya tetap bisa beroperasi di Malioboro. Kami butuh keadilan,” katanya.
Ridwan mengatakan, para pengasong yang tergabung dalam komunitas sudah dibekali seragam ketika beraktivitas. Jumlah anggotanya kini mencapai 181 orang dengan 12 unit usaha. Pihaknya juga sudah mencoba melakukan komunikasi dengan pihak UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya namun belum pernah ditanggapi.
Oleh karena itu, lanjut Ridwan, sambil menunggu solusi dari pemerintah pihaknya akan tetap berjualan secara asongan meski harus kucing-kucingan dengan petugas. Hal ini karena banyak anggotanya yang hanya bergantung dari aktivitas mengasong di kawasan Malioboro.
“Kalau dari legalitas memang tidak ada, tapi keberadaan kami beriringan dengan adanya PKL. Selama ini tidak ada masalah,” jelasnya.
Sedangkan Ketua Pansus Penataan Malioboro DPRD Kota Yogya Fokki Ardiyanto, saat di sela menerima audiensi Komunitas Pedagang Asongan Malioboro dirinya langsung melakukan komunikasi dengan Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogya Yetti Martanti. Hal ini karena relokasi PKL maupun penataan Malioboro berada di bawah Dinas Kebudayaan. Dari komunikasi tersebut dinyatakan jika sebelum ada relokasi, pengasong memang tidak diperbolehkan di kawasan Malioboro.
Meski demikian, imbuh Fokki, dirinya akan menjembatani solusi atas persoalan yang membelit para pengasong di Malioboro tersebut. Ia mencontohkan kasus serupa yang dialami para pendorong gerobag yang tidak masuk dalam penataan namun ikut terdampak. “Mereka (pendorong gerobag) diusulkan alih profesi sebagai tenaga kebersihan. Tetapi masalahnya kan ada pada anggaran yang harus dibahas. Dan sejak awal sebelum relokasi mereka juga melakukan komunikasi,” ujarnya. (dir)